Timika, Papuadaily – Sejak matahari beranjak naik, halaman UPTD Pasar Sentral (Pasar Baru) Timika tampak meriah dengan warna-warni bunga hasil rangkaian peserta, aroma masakan khas lokal, dan suara musik mengiringi langkah pengunjung.
Pagi itu, Sabtu (29/11/2025), merupakan puncak Festival Timika Art Creation. Tiga kategori lomba menjadi pusat perhatian: Semifinal Seka Kamoro, Lomba Merangkai Bunga, dan Lomba Masak Lokal.
Keramaian semakin terasa dengan hadirnya ratusan peserta, terutama mama-mama dari berbagai komunitas yang datang membawa kreativitas terbaik mereka. Lomba merangkai bunga diikuti 13 kelompok, sementara lomba masak lokal mempertemukan 10 kelompok, termasuk dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Distrik Jita, Kabupaten Mimika.
Di tengah kesibukan setiap kelompok yang sedang memasak, terhirup aroma masakan yang begitu menggairahkan. Tampak sekelompok siswa dan tutor dari PKBM Distrik Jita yang pertama kali mengikuti lomba masak lokal di festival Timika Art Creation.
Penanggung Jawab PKBM Distrik Jita, Edy mengatakan sangat tertarik ikut berpartisipasi dalam festival ini.
“Untuk memperkenalkan pangan lokal juri sekaligus memberikan ruang bagi para pelajar ini untuk menerapkan ilmu yang selama ini hanya mereka dapatkan secara teori di kelas kami,” katanya.
Menurutnya, para pelajar dapat mengimplementasikan langsung di dunia nyata. Ilmu bukan hanya teori, tapi langsung dipraktikkan dan dapat berkompetisi.
Peserta yang memasak adalah siswa asli dari distrik Jita didampingi satu pendamping. Di tempat ini mereka datang untuk bersaing dengan peserta lain dan sekaligus mendapat pengalaman baru.
Edy juga menjelaskan bahwa PKBM Bintang Timur Jita sudah berdiri sejak 2011. Kebanyakan siswanya merupakan masyarakat yang menggantungkan hidup dari bertani.
Ia berharap kegiatan seperti festival ini bisa membuka wawasan baru bagi para siswa tentang potensi pangan lokal yang bisa diolah untuk meningkatkan nilai jual.
Pemenang utama Lomba Merangkai Bunga, Kelompok Santa Theresia yang diwakili Kristiana, mengaku tantangan membuat rangkaian sangat tinggi.
“Kami harus mencari bunga asli dan membuat konsep yang tetap berhubungan dengan Papua. Kelompok kami memilih tema ‘Cendrawasih dan Alam Asli,” jelasnya.
Ia menambahkan, sebagian besar bahan bunga mereka cari langsung dari alam, seperti alang-alang, bunga iris, andong merah, dan beberapa daun palem yang dikeringkan.

Pelatih kelompok dari Kampung Kaugapu, Yohanis Kapirapu menceritakan bahwa anak-anak berlatih selama empat hari sebelum tampil. Meski begitu, mereka juga sering tampil di sekolah dan gereja.
Disaat kelompok ini meraih juara favorit, Yohanis mengaku sangat bangga. “Semua bisa dapat piagam dan piala. Saya senang sekali, ini menjadi suatu kebanggaan untuk masyarakat kami. Bahwa kami juga bisa memenangkan juara kompetisi ini,” katanya.
“Saya berharap, mereka bisa melihat bahwa ini adalah bagian dari adat kita. Mereka harus berani tampil dan terus berkembang. Tahun depan mereka harus lebih maju lagi, lebih bagus lagi. Ini langkah awal yang sangat baik,” tutupnya.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Mimika, Frans Kambu, menyampaikan ini akan menjadi ruang untuk generasi muda berkarya dan berkreasi.
“Serta menjadikan festival ini sebagai agenda tahunan yang juga mendukung pariwisata daerah dan kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.
Ia berharap hal ini menjadi momentum untuk menjaga dan mengembangkan budaya yang bukan hanya tampil di panggung namun juga dapat diwariskan ke generasi menandatang.
Sementara itu, Ketua Timika Art Creation Festival, Frits Padwa, mengatakan kegiatan ini bisa diperkenalkan ke daerah lain. Seperti Yospan yang sudah terkenal di wilayah Papua bahkan nasional.
“Kami ingin lima tarian dasar Kamoro juga bisa dikenal dan diikuti oleh daerah lain. Jika Kementerian menyetujui, tahun depan kegiatan ini bisa digelar di daerah lain dengan tema yang sama, sebagai upaya pelestarian budaya,” jelasnya.
Di akhir acara, anak-anak, mama-mama, dan para pendamping menari bersama- sama dengan musik tari seka. Festival ini bagi mereka merupakan ruang belajar, rumah budaya, dan tempat menumbuhkan mimpi baru untuk tahun-tahun mendatang.


