News  

Negara diminta jamin perlindungan warga sipil dan hentikan militeristik di Papua

(dari kanan) Uskup Timika Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, Direktur SKP Saul Wanimbo, dan Adolof Kambayong.

Timika, Papuadaily – Meningkatnya ekskalasi konflik bersenjata di Papua disebut benar-benar mematikan dan mengancam kehidupan masyarakat sipil terutama di wilayah Kabupaten Intan Jaya dan Puncak, serta sesekali bergejolak di Paniai, Dogiyai dan Deiyai.

Keuskupan Timika menyebut meningkatnya ekskalasi konflik ini termasuk dipicu operasi militer dengan strategi perang layaknya “membumihanguskan” perkampungan warga sipil dengan penggunaan senjata modern berdaya ledak tinggi yang meluas.

Direktur Sekretariat Keadilan dan Persatuan (SKP) Keuskupan Timika, Saul Wanimbo, mengatakan penggunaan pesawat tempur, mortir, bom dan drone tidak hanya menyerang TPNPB-OPM, tetapi juga menyasar pemukiman dan ruang-ruang sipil.

“Masyarakat sipil benar-benar terperangkap di tengah perang ini,” kata Saul Wanimbo dalam konferensi pers bersama Uskup Timika Mgr. Bernardus Bofitwos Baru di Timika, Selasa (22/7/2025).

Menurut Saul, konflik antara TNI-Polri dengan TPNPB-OPM telah menelan banyak korban jiwa. Bukan saja dari pihak yang berkonflik, tetapi juga warga sipil tak bersalah dilanda rasa takut hingga terjadi gelombang pengungsian.

Keuskupan Timika menerima data dan informasi adanya sebanyak 4.469 jiwa warga sipil mengungsi di Kabupaten Puncak, tersebar di distrik Gome, Gome Utara, Ilaga, Omukia, Oneri, Pogoma, Sinak dan Yugumoak.

Sedangkan di kabupaten Intan Jaya terdata sebanyak 1.231 pengungsi, tersebar di kampung Sugapa Lama, Hitadipa, Janamba, Sanaba, Jalinggapa dan Titigi.

Dampak dari konflik ini membuat sekitar 216 anak di Kabupaten Puncak Papua tidak memiliki akses pendidikan, 109 anak tingkat Sekolah Dasar (SD) dan 107 anak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

“Jumlah ini belum termasuk pengungsi yang telah keluar dari Kabupaten konflik ke kabupaten lain yang dianggap lebih aman, seperti Nabire dan Timika,” kata Saul.

Sementara di saat bersamaan, Keuskupan Timika menyayangkan kebijakan negara yang terus mengirim pasukan TNI-Polri ke daerah-daerah konflik, membuka pos-pos baru di tengah pemukiman warga. Ini disebut turut menimbulkan teror dan trauma mendalam bagi warga sipil dan pengungsi yang sudah semakin tidak berdaya.

“Sebagai gereja yang selalu berjalan bersama dan bergumul bersama umat tentang iman dan situasinya, menyaksikan konflik, menyaksikan penderitaan umat beriman dengan “budaya kematian” yang tidak beradap ini, kami harus mengatakan bahwa selain isu politik Papua merdeka, isu investasi juga menjadi latar belakang konflik yang berkepanjangan hingga saat ini,” bebernya.

Karena itu, Gereja Katolik Keuskupan Timika yang berpastoral di wilayah yang berkonflik dan terdapat banyaknya pengungsi, mendorong aktor-aktor yang terlibat konflik:

  1. Kepada Negara dan pihak TPNPB-OPM yang mengangkat senjata, untuk segera melakukan jeda kemanusiaan, meletakkan senjata, menciptakan zona tanpa perang demi adanya pertolongan kemanusiaan bagi masyarakat sipil yang mengungsi di berbagai tempat.
  2. Agar Negara menjamin perlindungan hak-hak dasar masyarakat sipil, khususnya para pengungsi akibat konflik, sesuai dengan amanat konstitusi dan prinsip-prinsip kemanusiaan
  3. Kepada Keamanan dan TPNPB-OPM, agar hentikan pertikaian di  perkampungan warga atau dekat dengan pemukiman warga sipil dan menjamin perlindungannya sesuai dengan hukum Humaniter Internasional dan UU TNI/Polri, yakni UU TNI No.34 Tahun 2004 dan UU Polri No.2 Tahun 2002.
  4. Kepada keamanan agar menghentikan kebijakan militeristik terhadap warga sipil di kamp pengungsian, termasuk pelarangan berkebun dan wajib lapor yang mengekang kebebasan para pengungsi. Karena kebijakan seperti ini mengancam ketahanan pangan dan keberlangsungan hidup para pengungsi yang hari ini hidup penuh keterbatasan sandang-pangan.
  5. Agar Negara segera melakukan jeda investasi di seluruh Tanah Papua, meninjau kembali proses-proses dengan mayarakat pemilik hak ulayat, meninjau kembali semua izin-izin eksploitasi sumber daya alam yang telah dikeluarkan kepada investor yang berpotensi merusak alam dan menghancurkan sumber penghidupan masyarakat pribumi Papua.
  6. Kepada Pemerintah Pusat, Provinsi dan daerah, agar sungguh-sungguh hadir dan menjalankan fungsi pelayanan public secara maksimal kepada semua warga masyarakat dan secara khusus kepada para pengungsi, termasuk penyediaan bantuan kemanusiaan dan pemulihan social
  7. Kepada Pemerintah dari Pusat sampai daerah, pihak TPNPB-OPM, pihak TNI-POLRI, agar bersama-sama berupaya mencari pendekatan penyelesaian konflik yang lebih beradab, lebih bermartabat, lebih manusiawi dan kepada semua pihak harus bersedia berdialog secara politik melalui mediasi pihak ketiga yang netral.

“Kami Gereja Katolik Keuskupan Timika percaya, bahwa dengan kemauan baik dari Negara dan dari semua pihak terkait, situasi kemanusiaan di Tanah Papua yang terus memburuk dan secara khusus di Intan Jaya dan Puncak Papua dapat dipulihkan,” pungkasnya.