Mahfud MD Inkonsisten soal Pelabelan Kelompok Pendukung Papua Merdeka?

Prof. Mahfud MD. Foto: Kemenko Polhukam

DIURNAL – Pelabelan oleh pemerintah Indonesia bagi kelompok pro kemerdekaan Papua sejak dulu telah menjadi pergumulan bagi jurnalis. Istilah yang demikian banyak diciptakan oleh masing-masing institusi negara kepada kelompok bersenjata Papua amat membingungkan.

Istilah kelompok kriminal bersenjata atau KKB adalah yang paling populer bagi kalangan jurnalis. Dalam memori jurnalis, sebutan ini terekam paling konsisten digunakan oleh aparat kepolisian ketika menindak kelompok sayap militer pro kemerdekaan Papua.

Dilansir dari laman DPR RI, semula umumnya dengan sebutan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Tetapi seiring pemerintah Indonesia memberikan Otonomi Khusus ke Papua, istilah ini mulai berubah menjadi KKB. Artinya, bagi mereka yang masih memberontak pasca Otsus adalah pelaku kriminal.

Sementara istilah kelompok kriminal separatis bersenjata atau KKSB, biasanya digunakan oleh pihak TNI. Penyisipan kata ‘separatis’ menyiratkan legitimasi bagi pelibatan militer dalam operasi penumpasan kelompok ekstrimis di Papua yang dianggap merongrong keamanan negara.

“Yang saya sesalkan, OPM berubah menjadi KKB. Ini kan sekadar kelompok kriminal. Mereka berbuat kriminal lalu ditahan selesai. Padahal, di masa OPM, mereka yang tertangkap tetap saja ingin merdeka. Justru di masa KKB, kelompok bersenjata ini semakin besar,” kata Hasanuddin, Anggota Komisi I DPR RI.

KKSB tidak dipakai

Cukup mengejutkan pernyataan Mahfud MD dalam dialog publik di Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kamis (23/11/2023). Mahfud berbicara sebagai Calon Wakil Presiden merespon pertanyaan audiens. Menurut dia, istilah KKSB sebenarnya tidak dipakai.

“Kita tetap memakai istilah KKB. Karena kalau kita pakai istilah KKSB, seperti yang mereka inginkan, itu luar negeri bisa ikut campur kalau kita menyebut mereka separatis. Oleh karena itu, kita tidak pernah terpancing dengan orang-orang Papua yang mengatasnamakan OPM dan TPNPB,” ucapnya.

Demikian pula, kata Mahfud, istilah OPM juga tidak dipakai oleh pemerintah untuk melabeli entitas manapun di Papua, baik yang terlibat kelompok sayap militer maupun organisasi politik pendukung Papua merdeka.

“Tidak kita pakai istilah (OPM) itu. Karena begitu kita menyebut istilah itu berarti kita boleh membiarkan orang lain masuk. Negara lain masuk. PBB masuk,” ujarnya.

Label teroris

Lebih jauh, Mahfud juga secara mengejutkan menggugurkan istilah teroris. Kelompok Separatis Teroris atau KST yang kerap digunakan oleh TNI. Dia beralasan, hukum acara dalam memproses pelaku teroris terlalu berlebihan dan kurang baik untuk perkembangan hukum Indonesia.

“Kita tidak pakai teroris. Tidak pakai istilah kelompok teroris bersenjata. Karena begitu bicara teroris, hukum acaranya itu luarbiasa. Kalau kriminal biasa, itu orang ditahan 20 hari diperpanjang 20 hari. Kalau ini bisa ditahan berbulan-bulan, bisa setahun ditahan,” katanya.

Menurut Mahfud, KKB jauh lebih relevan sejalan dengan pendekatan teritori untuk menyelesaikan masalah Papua. Ada pun kelompok pemberontak, kata dia, sudah dipetakan dan sebetulnya bukan sebuah kelompok yang besar dan terlalu mengkhawatirkan.

“Mubazir kita mau menyerang mereka. Nama-nama (KKB) mereka itu sudah tercatat. Nama ini, nama itu, sudah diketahui bersembunyi dimana. Mereka sedikit sekali. Kalau kita menganggap mereka ini sangat besar sekali, sekarang banyak suara-suara mengundang PBB untuk menyelesaikan itu. Kita tolak,” katanya.

Rangkaian penjelasan Mahfud tersebut jelas kontradiktif dengan kebijakannya sendiri. Sebagai Menko Polhukam, Mahfud MD secara resmi telah mengumumkan KKB Papua sebagai organisasi teroris dan orang-orangnya adalah pelaku teror, pada 29 April 2021 lalu.

Kendati Mahfud dalam dialog Muhammadiyah mengatakan “orang-orang tertentu sudah kami putuskan sebagai teroris, seperti Egianus Kogoya dan lain-lain, ada lima kelompok” tetapi narasi tersebut tidak dirinci dalam pengumuman resmi Kemenko Polhukam ketika itu.

Ada pun pelabelan KKB sebagai organisasi teroris mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Bahwa terorisme adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas.

“Berdasar definisi yang dicantumkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2018, maka apa yang dilakukan oleh KKB dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan teroris,” kata Mahfud dalam pengumumannya.

Pelabelan KKB sebagai teroris, kata Mahfud, setelah pemerintah menyaring pernyataan-pernyataan Ketua MPR, BIN, pimpinan Polri, TNI bahwa banyak tokoh masyarakat dan tokoh adat Papua yang mendukung pemerintah melakukan tindakan yang diperlukan guna menangani tindak kekerasan di Papua.

“Dengan pernyataan mereka itu, maka pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masih dikategorikan sebagai teroris,” jelas Mahfud ketika itu. Pernyataan tersebut bisa diakses di laman resmi Kemenko Polhukam.

Ruang dialog

Dalam dialog bersama Muhammadiyah, Calon Presiden Ganjar Pranowo menambahkan bahwa dirinya baru saja kembali dari Papua. Dia mengaku sempat menyaring sejumlah aspirasi masyarakat Papua. Intinya, sebut dia, orang Papua minta ruang dialog.

“Saya barusan pulang dari Papua, yang dibutuhkan dia hanya satu: kasih kami ruang dialog untuk kami bisa merepresentasikan pendapat dari berbagai kelompok, apa yang kami mau,” kata Ganjar.

Di samping itu, lanjut Ganjar, masyarakat Papua juga menolak “negara masih terus mengirimi mereka senjata”. Senjata dimaksud adalah pendekatan militeristik.

“(kata masyarakat Papua) janganlah semua dikirim senjata kepada kami. Dan ini dibutuhkan para negosiator untuk masuk zona netral dan mereka membuat konsensus bersama,” kata Ganjar yang kemudian memberikan kesempatan kepada Mahfud MD berbicara tentang penanganan masalah keamanan di Papua.