Saham Freeport Diembat, Pemerintah Abaikan Nasib Buruh Mogok Kerja

Ilustrasi

Papuadaily.com – Pemerintah Indonesia termasuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dituding melanggar hak-hak 8.300 buruh mogok kerja di lingkungan PT. Freeport Indonesia. Hari Buruh 1 Mei 2024 ini menandai tahun ketujuh masalah tenaga kerja itu bergulir tanpa penyelesaian.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua memandang sesuatu yang eksentrik dalam persoalan pelik ini. Masalah bermula dari mogok buruh yang menentang kebijakan manajemen Freeport. Tetapi bagi Freeport, mogok para buruh ketika itu ilegal. Di saat yang sama, pemerintah dan Freeport terlibat negosiasi saham.

Menurut Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, 8.300 buruh mogok kerja akibat gagalnya perundingan terkait kebijakan furlough atau merumahkan pekerja secara sepihak oleh manajemen Freeport.

“Furlough yang diberlakukan oleh manajemen Freeport di saat berusaha menentang ambisi pemerintah mendapatkan 51% saham dan sebagian wilayah kerja Freeport, hingga pendirian smelter di Gresik pada tahun 2017 lalu,” kata Gobay, Rabu (1/5/2024).

Ironisnya, kata Gobay, nasib buruh sebagai manusia seakan tak bernilai sama sekali di saat pemerintah sukses menguasai 51% saham dan memuluskan Freeport mendirikan smelter di luar Papua.

“Sampai saat ini pemerintah Indonesia masih mengabaikan nasib 8.300 buruh mogok kerja PT. Freeport Indonesia yang telah memasuki 7 tahun,” ucapnya.

LBH Papua mencatat, akibat ketidakpedulian pemerintah tersebut, telah terjadi berbagai pelanggaran HAM yang menimpa para buruh mogok kerja. Termasuk 200an buruh meninggal dunia karena sakit dan sulit mendapatkan akses pelayanan BPJS yang dicabut secara sepihak oleh manajemen Freeport.

“Hak atas pendidikan bagi anak buruh moker juga putus akibat dicabutnya upah secara sepihak. Kemudian, kesejahteraan para buruh sudah tentu kelam hingga berbagai masalah menimpa mereka,” kata Gobay.

Gobay menilai, sikap pemerintah Indonesia maupun Pemprov Papua dan Papua Tengah serta Kabupaten Mimika sangat bertolak belakang dengan ketentuan Pasal 4 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Karena itu, Gobay menyebut pemerintah termasuk Komnas HAM telah melakukan pelanggaran hak atas pekerjaan, hak atas upah, hak atas kesehatan (BPJS), hak atas pendidikan anak buruh, hak atas kesejahteraan dan hak mogok kerja dari 8.300 buruh selama 7 tahun tanpa penyelesaian.

“Sebab, pada prakteknya tidak menjalankan perintah “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia menjadi tanggung jawab negara” sebagaimana diatur pada Pasal 28i ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 8 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” bebernya.

Berikut 4 poin tuntutan LBH Papua selaku kuasa hukum buruh mogok kerja PT.Freeport Indonesia:

  • Presiden Republik Indonesia segera menyelesaikan Persoalan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dengan Manajemen PT.Freeport Indonesia sebagai bentuk implementasi tujuan pembangunan ketenagakerjaan yang diatur pada Pasal 4 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
  • Gubernur Papua dan Gubernur Papua Tengah segera berkoordinasi dengan Presiden Republik Indonesia untuk menyelesaikan Persoalan 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dengan Manajemen PT.Freeport Indonesia sebagai bentuk implementasi tujuan pembangunan ketenagakerjaan yang diatur pada Pasal 4, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003;
  • Komnas HAM Republik Indonesia segera memediasi Persoalan antara 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia dengan Manajemen PT. Freeport Indonesia sesuai ketentuan Pasal 89 ayat (4), Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999;
  • Manajemen PT.Freeport Indonesia segera aktifkan BPJS dan Upah 8.300 Buruh Mogok Kerja PT. Freeport Indonesia sesuai perintah Pasal 145, Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.