PAPUADAILY – Warganet di berbagai platform media sosial belakangan riuh mempertanyakan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hingga menyoroti gaji dan tunjangan para wakil rakyat.
Alih-alih memperjuangkan nasib rakyat, warganet menyebut lembaga legislative layaknya perkumpulan para mafia yang hanya sibuk mengatur siasat merampok uang rakyat.
“Bubarkan DPR. Negara akan menghemat puluhan bahkan ratusan triliun kalau DPR dibubarkan. Saatnya rakyat berjuang melawan maling uang rakyat,” tulis warganet.
Warganet mengunggah kembali video alm Prof J.E Sahetapy mengkritik keras DPR hingga potongan podcast wawancara Rocky Gerung yang ingin membubarkan DPR jika menjadi presiden.
Aksi penolakan PSN Merauke juga kembali viral. Dalam video liputan BBC, seorang warga Papua mengatakan “demi Tuhan langit dan bumi, saya tidak percaya DPR karena tidak ada perlindungan kepada masyarakat adat”.
Di sisi lain, gelombang unjuk rasa di Pati, Jawa Tengah disebut sebagai gambaran kekuatan rakyat (people power) yang juga bisa meledak dimana saja jika rakyat telah muak terhadap kelakuan pemerintah.
“Ayo bersatu bubarkan DPR, rakyat Pati saja bisa bersatu,” tulis pengguna akun @dewarisata di media sosial Tiktok.
Berita utama Kompas TV mengulas perbandingan gaji dan fasilitas antara DPR RI dengan DPR di Swedia kembali tersorot setelah terkuak gaji DPR RI Rp3 juta per hari. Berita 10 bulan lalu itu berjudul “Beda dengan Indonesia, DPR Swedia tak dapat tunjangan rumah”.
Gaji DPR RI
Jika digabung, total gaji anggota DPR RI dan tunjangannya mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan. Berdasarkan PP 75/2000 gaji pokok Ketua DPR Rp5.040.000, Wakil Ketua Rp4.620.000 dan Anggota Rp4.200.000
Sementara tunjangan anggota DPR diatur dalam Surat Menteri Keuangan nomor S-520/MK.02/2015 dan Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010. Berikut rinciannya:
Tunjangan melekat
- Tunjangan istri/suami Rp 420.000
- Tunjangan anak (maksimal 2 anak) Rp 168.000
- Uang sidang/paket Rp 2.000.000
- Tunjangan jabatan Rp 18.900.000 (ketua), Rp 15.600.000 (wakil ketua), dan Rp 9.700.000 (anggota).
- Tunjangan beras (4 jiwa) Rp 198.000
- Tunjangan PPH Pasal 21 Rp 1.729.000 sampai Rp 2.699.813
Tunjangan lain
- Tunjangan kehormatan Rp 6.690.000 (ketua), Rp 6.450.000 (wakil ketua), Rp 5.580.000 (anggota)
- Tunjangan komunikasi Rp 16.468.000 (ketua), Rp 16.009.000 (wakil ketua), Rp 15.554.000 (anggota)
- Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Rp 5.250.000 (ketua), Rp 4.500.000 (wakil ketua), Rp 3.750.000 (anggota)
- Bantuan listrik dan telepon Rp 7.700.000
- Fasilitas kredit mobil Rp 70.000.000 per orang per periode
- Asisten anggota Rp 2.250.000
- Tunjangan perumahan Rp 50.000.000
Biaya perjalanan dan representasi
- Uang harian daerah tingkat I (per hari) Rp 5.000.000
- Uang harian daerah tingkat II (per hari) Rp 4.000.000
- Uang representasi daerah tingkat I (per hari) Rp 4.000.000
- Uang representasi daerah tingkat II (per hari) Rp 3.000.000.
Gaji DPRD
Jika seluruh komponen digabung, setiap anggota DPRD Kabupaten/Kota bisa menerima antara Rp36 juta hingga Rp45 juta per bulan. Ini merupakan pendapatan yang sah, tak dipungkiri terdapat penerimaan lain termasuk melalui proyek pokok pikiran (pokir) masing-masing anggota dewan.
Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2017, berikut merupakan rincian gaji anggota DPRD Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia yang berlaku pada tahun 2024.
- Uang Representasi: Rp1.575.000 per bulan
- Tunjangan Keluarga: Rp220.000 per bulan
- Tunjangan Beras: Rp289.000 per bulan
- Uang Paket: Rp157.000 per bulan
- Tunjangan Jabatan: Rp2.283.750 per bulan
- Tunjangan Alat Kelengkapan: Rp91.350 per bulan
- Tunjangan Reses: Rp2.625.000 per bulan
- Tunjangan Perumahan: Rp12.000.000 per bulan
- Tunjangan Komunikasi Intensif: Rp10.500.000 per bulan
- Tunjangan Transportasi: Rp12.000.000 per bulan
Ide pembubaran DPRD
Ide membubarkan DPRD kabupaten/kota pernah dikemukakan guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof. Muhammad Fauzan. Menurutnya, peran DPRD sama sekali tidak efektif dan hanya memboroskan APBD puluhan triliun per tahun.
Dalam gagasannya, Prof Fauzan menyebut pembubaran DPRD bisa terealisasi jika otonomi daerah ditekankan ke provinsi. Kabupaten/kota menjadi wilayah administrasi semata dengan posisi bupati/wali kota hanya pejabat administrasi.
Kendati begitu, ide ini perlu didukung dengan amandemen terhadap UUD 1945 khususnya pasal 18 ayat 4 UUD 1945.
Dalam pasal tersebut disebutkan ‘Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota, dipilih secara demokratis’.
Selanjutnya dalam Pasal 22E ayat 2 disebutkan ‘Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah’.
“Jika bupati/walikota dipilih langsung, maka keberadaan DPRD-nya pun ikut gugur dengan sendirinya,” kata Prof Fauzan.