PAPUADAILY – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyerukan agar gereja terpanggil untuk menjadi yang terdepan dalam merawat ciptaan di tengah ancaman nyata terhadap keberlangsungan bumi.
Wakil Sekretaris Umum PGI, Pdt. Lenta Enni Simbolon, dalam panel diskusi Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) PGIW Riau, menyerukan agar gereja-gereja setempat menjadi suara profetik di tengah krisis.
“Jangan tunggu bumi menjerit lebih keras. Gereja harus menjadi terang, menerangi jalan menuju keadilan ekologis,” kata Pdt. Lenta pada MPL PGIW Riau yang berlangsung di GBI ICC Pekanbaru, Jumat (13/6/2025) lalu.
Mengusung tema MPL “Bersama Merawat Bumi” Pdt. Lenta menegaskan bahwa mandat manusia atas ciptaan bukanlah dominasi yang merusak, tetapi sebuah penatalayanan yang berbelas kasih.
Dalam tafsir ekoteologis atas kitab Kejadian 1:26, ia mengajak gereja untuk membaca ulang kata “berkuasa” yang dalam terang kasih dan keadilan Allah, harus dimaknai sebagai sebuah kuasa yang melindungi, bukan menginjak.
Pada bagian lain, Pdt Lenta menyampaikan perlunya gereja bersiap sedia menghadapi polycrisis yang menjadi sorotan dalam Sidang Raya XVIII PGI di Toraja yang lalu.
“Kita sedang hidup dalam zaman polycrisis: krisis kebangsaan, krisis keesaan gereja, krisis keluarga, dan yang paling mengkhawatirkan krisis ekologis. Gereja tidak boleh diam,” tegasnya.
Kemudian, Wakil Sekretaris Umum PGI periode 2024-2029 tersebut menjelaskan bahwa isu keadilan sosial-ekologis sebagai prioritas dalam program-program Prokelita 2024–2029.
“Ini diwujudkan dalam berbagai strategi konkret, seperti advokasi terhadap kebijakan lingkungan, pendidikan ekologis di gereja, restorasi lingkungan, dan liturgi yang berakar pada spiritualitas keugaharian,” sebutnya.
Terkait isu sosial ekologis, Pdt Lenta mengajak Gereja untuk melakukan aksi nyata bukan hanya seruan dari mimbar gereja.
“Peran gereja harus menyentuh akar persoalan: dari ketimpangan agraria, korupsi sumber daya alam, hingga regulasi yang mengabaikan hak masyarakat adat. Di sinilah gereja bersuara, bukan sekadar melalui mimbar, tetapi lewat aksi nyata di tengah masyarakat,” ajaknya.
Pdt Lenta juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas iman, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil untuk memperkuat gerakan konservasi.
Dalam kesempatan itu, ia juga memaparkan berbagai gerakan penghijauan, pengelolaan sampah plastik, hingga penggunaan energi terbarukan, yang mulai diterapkan di banyak jemaat sebagai bentuk kesaksian iman.
Pdt Lenta yang pernah menjadi Sekretaris Eksekutif Bidang Keesaan dan Pembaruan Gereja ini, menyampaikan bahwa kesadaran ekologis dapat dibentuk dalam ibadah.
“Ibadah yang menghormati alam bukan sekadar simbol, tetapi sebuah cara membentuk spiritualitas jemaat yang selaras dengan keutuhan ciptaan,” ungkap Pdt. Lenta.