Timika, Papuadaily – Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Mimika, Abraham Kateyau, menegaskan bahwa semboyan kebanggaan masyarakat Mimika ‘Eme Neme Yauware’ tidak pernah diganti. Ia menyebut anggapan tersebut sebagai kekeliruan besar yang tak berdasar.
“Pemikiran ini keliru dan salah besar. Eme Neme Yauware adalah semboyan dan filosofi hidup masyarakat Mimika yang tidak pernah diubah,” tegas Kateyau saat dihubungi, Rabu (17/9/2025).
Kateyau menjelaskan bahwa istilah “Mimika Rumah Kita” yang belakangan ramai dibicarakan hanyalah sebuah tagline yang lahir dari pengembangan konsep Mimika Smart City. Brand tersebut tidak pernah dimaksudkan untuk menggantikan filosofi adat yang sudah hidup dalam keseharian masyarakat Mimika.
“Slogan lengkapnya adalah Mimika Rumah Kita, Negeri Seribu Sungai dan Sejuta Bakau. Ini menggambarkan Mimika sebagai rumah besar bagi suku Kamoro dan Amungme, bagi Honai dan Karapau,” jelasnya.
Kateyau menggambarkan Mimika sebagai rumah bersama, tempat berbagai suku, agama, budaya, dan bahasa hidup berdampingan dengan damai. Dalam filosofi masyarakat Kamoro disebut we iwoto, tapare iwoto — duduk bersama, kerja bersama.
“Kita semua adalah penghuni rumah ini. Maka rumah ini harus dijaga bersama, dihormati, dan disayangi. Itulah semangat Eme Neme Yauware, semangat kerja sama dan kebersamaan,” ucapnya penuh makna.
Ia pun memaparkan empat prinsip utama dalam menjaga “rumah bersama” ini:
- Menghargai dan menghormati pemilik rumah — yaitu suku asli Amungme dan Kamoro.
- Menjaga rumah agar tidak rusak atau bocor — artinya menjaga Mimika tetap aman dan harmonis.
- Menjaga penghuni rumah tetap sehat, cerdas, dan damai — kesejahteraan rakyat adalah prioritas.
- Merayakan perbedaan untuk membangun bersama — keberagaman adalah kekuatan, bukan pemecah.
Memperkuat pernyataannya, Kateyau mencontohkan bagaimana daerah lain juga memiliki tagline sebagai bentuk identitas modern tanpa menghapus jati diri budaya mereka.
“Dulu Kokonao disebut Kota Buaya, Kaimana dikenal sebagai Kota Senja, Fakfak sebagai Kota Pala. Itu semua brand. Tapi apakah jati diri mereka hilang? Tentu tidak. Begitu juga dengan Mimika,” tegasnya.
Lebih lanjut, Kateyau menyebut lagu “Mimika Rumah Kita” yang diciptakan oleh Bupati Johannes Rettob justru sarat akan kearifan lokal. Lagu tersebut menyisipkan kata-kata dalam bahasa Kamoro, Amungme, dan Sempan, termasuk Eme Neme Yauware.
“Lagu itu bukan penghapus identitas, tapi penguat. Jangan mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin memecah belah kita,” tandasnya.
Mengakhiri pernyataannya, Kateyau kembali menekankan bahwa Eme Neme Yauware adalah ruh, semangat, dan jiwa dari masyarakat Mimika.
“Itu semboyan hidup kita. Tidak diganti, tidak dihapus. Justru itu yang jadi dasar kita bangun Mimika ke depan”.