Bayang-bayang angka kekerasan terhadap anak di Mimika mengkhawatirkan

Timika, Papuadaily – Peringatan Hari Anak Nasional 2025 di Mimika menyoroti pentingnya kolaborasi dalam melindungi hak-hak anak, termasuk tumbuh kembang, perlindungan, dan partisipasi mereka. 

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Komunitas Singgah Baca dan Dibalik Perempuan, berkolaborasi dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (DPAD) Kabupaten Mimika, bertema “Anak Timika Terlindungi, Cerdas, dan Berbudaya” menawarkan ruang bagi anak-anak untuk berekspresi, berimajinasi, dan mengembangkan diri.

Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Mimika, Christin Yoku, menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai sarana mempererat hubungan emosional antara anak dan orang tua,  fondasi penting bagi pertumbuhan anak yang sehat secara fisik dan psikologis.

“Kegiatan ini sangat penting, karena tidak hanya memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak, tetapi juga menguatkan kebersamaan antara orang tua dan anak,” ujarnya.

Namun, di balik euforia peringatan Hari Anak Nasional, bayang-bayang angka kekerasan terhadap anak di Mimika mencuat. Data pertengahan tahun 2025 menunjukkan jumlah kasus kekerasan anak telah menyamai total kasus sepanjang tahun 2024. 

“Untuk kasus kekerasan seksual tahun 2024 mencapai 17 kasus, dan  angka yang sama tercatat hingga pertengahan tahun 2025. Artinya, kasus kekerasan seksual tahun ini meningkat drastis,” tegas Christin. 

Beberapa kasus masih dalam proses penahanan, bahkan ada yang terhambat karena kendala hukum dan sosial.

Kekerasan seksual terhadap anak masih mendominasi.  Banyak kendala yang dihadapi, mulai dari pelaku yang kabur hingga hubungan keluarga yang rumit,  mengakibatkan proses penahanan tidak maksimal.

“Keluarga korban seringkali tidak kooperatif karena adanya ikatan emosional dengan pelaku,” jelasnya dalam wawancara dengan wartawan PapuaDaily, Kamis, 17 Juli 2025.

Christin menambahkan, proses hukum kasus kekerasan anak berjalan bertahap, dari pelaporan hingga kejaksaan,  seringkali menyebabkan lambatnya penyelesaian kasus. Peran keluarga sangat krusial.

Banyak kasus terjadi karena lemahnya fungsi pengasuhan, terutama pada anak-anak yang tidak tinggal bersama orang tua kandung. 

“Pencegahan harus dimulai dari rumah. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama bagi anak.  Saat anak tidak hidup bersama orang tua kandung, risiko pengabaian dan kekerasan menjadi lebih tinggi,” tegasnya.

Melalui Hari Anak Nasional 2025, Christin berharap tumbuhnya kepedulian bersama terhadap perlindungan anak, meliputi edukasi,  peran keluarga, dan penegakan hukum.

Kolaborasi komunitas lokal, lembaga, masyarakat, dan pemerintah sangat dibutuhkan agar setiap anak di Kabupaten Mimika dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terlindungi.