Salju Abadi Puncak Cartensz Terus Mencair, Diprediksi Bakal Lenyap di 2026

Tangkapan layar pegunungan Jayawijaya pada aplikasi Google Maps

Timika, Papuadaily – Kabar kurang menyenangkan datang dari Pegunungan Jayawijaya. Salju abadi yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, khususnya Papua, di gugusan bebatuan tajam itu diprediksi akan hilang.

Salju abadi Cartensz Pyramid atau glacier di Pegunungan Jayawijaya merupakan satu-satunya gletser tropis di Indonesia. 

Menurut data yang dirangkum media ini, salju abadi tersebut terbentuk karena ketinggian puncaknya yang menyebabkan suhu udara di puncak jauh lebih dingin, bahkan di musim kemarau. 

Namun, keberadaannya di pegunungan Jayawijaya sepertinya tidak dapat diselamatkan lagi, salju abadi di puncak gunung tersebut terancam punah beberapa tahun ke depan.

Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Meteorologi Mozes Kilangin Timika Marsareza, menjelaskan Salju abadi di Papua mengalami pencairan yang dipercepat oleh perubahan iklim, hujan, panas bebatuan, dan pemanasan global. 

Luas tutupan es salju di Puncak Jaya telah menyusut hingga 98% dari semula 19,3 km persegi pada 1850 menjadi 0,34 km persegi pada 2020.

Pria yang akrab disapa Reza itu menyebut, berdasarkan hasil penelitian BMKG Pusat bahwa pengurangan es atau salju di puncak pegunungan Jayawijaya itu sangatlah drastis dalam beberapa tahun terakhir.

Kondisi ini sontak menjelma pertanda bahwa salju abadi di Papua ini tak bertahan lama dan kemungkinan hanya tinggal kenangan.

“Jadi dari penelitian dari 2022 dibanding 2024 itu turun setengah sudah,” kata Reza ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (30/12/2024).

Reza menyebutkan, berdasarkan data BMKG, di tahun 2022 luas bongkahan es di pegunungan Jayawijaya 0,23 kilometer persegi.

Namun, di tahun 2024 menurun drastis hingga mencapai 0,11 hingga 0,16 kilometer persegi dengan ketebalan es hanya tersisa 4 meter.

“Jadi ada penurunan setengah luasannya dari 2 tahun yang lalu. Kalau pencairan es di atas itu selain suhu itu ada faktor dari batuannya juga. Nah kalau dari batuan ini kan kalau kena panas juga memancarkan panas dari batuannya itu. Juga sering terjadinya hujan yang biasanya salju jadi air itu juga mempercepat,” katanya.

“Nah dari penelitian kemarin diprediksi 2026 es yang di puncak itu sudah mulai habis, tinggal kenangan seperti itu. Dua tahun lagi, soalnya kalau dilihat dari 2022 ke 2024 penurunannya sudah setengahnya,” ucapnya menambahkan.

BMKG juga mencatat, salju abadi itu pada tahun 2010 memiliki ketebalan es mencapai 32 meter.

Kendati seiring perubahan iklim yang terjadi di dunia, lapisan es itu terus berkurang. Hingga tahun 2015, penurunan ketebalan mencapai sekitar satu meter per tahun.

Kondisi tersebut semakin buruk pada tahun 2015-2016 saat Indonesia dilanda fenomena El Nino di mana suhu permukaan menjadi lebih hangat.

Akibatnya, pemandangan di Puncakjaya mencair hingga 5 meter per tahun. Pencairan salju abadi itu tak berhenti.

Pada tahun 2015-2022, BMKG mencatat ketebalan es mencair 2,5 meter per tahun. Diperkirakan ketebalan es yang tersisa pada Desember 2022 hanya 6 meter.

Sementara itu, selain salju abadi, ada beberapa ekosistem di sekitar pegunungan Jayawijaya juga terancam punah akibat perubahan iklim. Hal tersebut juga dibenarkan Kepala Balai Taman Nasional Lorentz Manuel Mirino.

Manuel mengatakan, terkait dengan hal tersebut tentunya berdampak pada habitat serta ekosistem yang ada di sekitarnya karena adanya perubahan iklim.

Meski belum dapat menyebutkan jumlah habitat serta ekosistem apa saja yang terancam punah, namun menurut Manuel perubahan iklim sangat memberi dampak.

“Pasti mempengaruhi habitat dan ekosistem yang ada. Namun, sampai saat ini secara ilmiah kita belum lihat dengan mungkin penelitian, tetapi mungkin secara visual yang mungkin bisa kita sampaikan itu terkait pengaruh terhadap ekosistem burung-burung migran yang selama ini ada, akhirnya sudah mulai berkurang,” kata Manuel saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon Senin siang.

Manuel mengatakan, sebagai salahsatu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian ekosistem di wilayah konservasi tersebut, pihaknya telah melakukan pemulihan-pemilihan terhadap habitat secara menyeluruh.