News  

Koalisi HAM Papua heran Polres Nabire belum tetapkan tersangka insiden Pasar Karang

(insert) salah satu korban terluka dalam insiden Pasar Karang Nabire. Foto: istimewa

Timika, Papuadaily – Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua mendesak Kapolres Nabire segera memproses hukum pelaku pembunuhan dan penyalahgunaan senjata api pada indisen di Pasar Karang Nabire.

Adapun insiden berdarah terjadi di Pasar Karang Nabire, Kamis (26/6/2025) lalu. Peristiwa naas bermula ketika sekelompok pemuda menenggak minuman keras berlalkohol hingga memicu keributan yang berujung tindakan represif aparat kepolisian.

Awalnya, dilaporkan sekelompok pemuda yang terpengaruh miras terlibat keributan. Salah satu di antara mereka membawa parang dan melukai rekannya sendiri. Situasi itu membuat kegaduhan dan kepanikan warga sekitar.

Aparat kepolisian kemudian tiba mengamankan pemuda pembawa parang. Namun, seorang pemuda lainnya melempar batu ke arah polisi ketika penangkapan. Polisi pun tersulut amarah dan mengejar pelaku.

Dalam pengejaran itulah polisi diduga melakukan penyiksaan yang menewaskan Eko Ikomou. Beberapa warga lainnya terluka akibat tindakan represif aparat yang membabi buta melepas tembakan.

“Ketua DPR Propinsi Papua Tengah segera pastikan Kapolda Papua Tengah dan Kapolres Nabire menjalankan penegakan hukum sesuai tugas pokok Polri pada Pasal 13 huruf B UU No 2 Tahun 2002,” sebut keterangan Koalisi, Sabtu (28/6/2025).

Menurut Koalisi, peristiwa tragis yang menelan korban jiwa ini tak lain karena kebijakan Pemerintah Kabupaten Nabire memberikan izin perdagangan minuman keras beralkohol di wilayah itu.

“Sekalipun telah terjadi peristiwa hukum di atas, sampai saat ini Polres Nabire belum melakukan penutupan toko tempat penjualan minuman keras yang berserakan di seluruh wilayah hukumnya,” sebut koalisi.

Di samping itu, Polres Nabire juga belum menyebutkan nama-nama masyarakat sipil maupun oknum anggota polisi yang ditetapkan sebagai tersangka. Baik atas kasus dugaan tindak pidana pengrusakan, melawan petugas, pembunuhan korban Eko Ikomou dan penembakan terhadap Ferry Mote dan Apedius Kayame.

“Ini secara langsung mempertanyakan profesionalisme Kapolres Nabire beserta jajarannya dalam menjalankan tugas pokoknya,” kata koalisi.

Menurut koalisi, untuk menetapkan tersangka dalam beberapa peristiwa hukum insiden Pasar Karang sesungguhnya sangat mudah. Sebab, kejadiannya pada siang hari dan berlangsung di pasar umum yang disaksikan banyak orang.

“Dan melalui adanya korban yang terkena luka tembak yang masih hidup serta korban meninggal dan luka-luka telah ditangani oleh pihak SUD Nabire, sehingga tentunya polisi telah memiliki lebih dari dua alat bukti,” sebutnya.

Berdasarkan uraian tersebut, Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua menggunakan kewenangan sesuai perintah Pasal 100 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan kepada:

  1. Gubernur Propinsi Papua Tengah segera perintahkan Bupati Kabupaten Nabire Cabut Izin Penjualan Minuman Keras di Wilayah Hukum Kabupaten Nabire;
  2. Ketua DPR Propinsi Papua Tengah segera memastikan Kapolda Papua Tengah dan Kapolres Nabire menjalankan “Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Menegakkan Hukum” sebagaimana diatur pada Pasal 13 huruf b, Undang Unang Nomor 2 Tahun 2002 Atas Insiden Pasar Karang Nabire;
  3. Kapolda Papua Tengah segera Perintahkan Kapolres Nabire untuk Proses Hukum Oknum Polisi Pelaku Dugaan Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Eko Ikomou Dan Pelaku Dugaan Tindak Pidana Penyalahgunaan Sejata Api Terhadap Ferry Mote dan Apedius Kayame;
  4. Kapolres Nabire untuk Proses hukum oknum Polisi Pelaku Dugaan Tindak Pidana Pembunuhan Terhadap Eko Ikomou dan Pelaku Dugaan Tindak Pidana Penyalahgunaan Sejata Api terhadap Ferry Mote dan Apedius Kayame.

Adapun Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua terdiri dari LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, SKP KC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan, Elsam Papua, LBH Papua Merauke, LBH Papua Pos Sorong, Kontras Papua.