banner 728x250

Dengan mata berkaca-kaca, Bupati John dengar rintihan rakyatnya di Iwaka

Bupati Mimika Johannes Rettob bertatap muka dengan perwakilan masyarakat di Iwaka, Jalan Trans Timika–Wagete, Kamis (30/10/2025). Papuadaily/Sevianto

Pagi itu, Kamis, 30 Oktober 2025, menjadi hari yang tak biasa bagi warga Iwaka — ketika seorang pemimpin datang, bukan untuk berbicara panjang, tapi untuk mendengarkan. Dengan tatapan penuh perhatian, Bupati Mimika Johannes Rettob, duduk dengan mata berkaca-kaca.

Bagi sebagian orang, kunjungan seorang kepala daerah mungkin hal biasa. Tapi bagi warga Iwaka, kedatangan “Bupati John”, sapaan akrab Johannes Rettob, terasa seperti cahaya yang datang setelah lama menunggu pagi. Mereka menumpahkan keluh kesah yang selama ini terpendam, tentang minimnya perhatian, tentang harapan sederhana untuk bisa hidup layak di tanah sendiri.

Di antara kerumunan itu, seorang perempuan Suku Kamoro, Ratna, maju dengan suara bergetar namun tegas. Ia bukan sekadar menyampaikan aspirasi, tapi juga perasaan yang dalam sebagai anak negeri yang ingin menjaga tanah kelahirannya.

“Bapak bupati, bapak camat, tolong ada pemekaran kampung. Tolong berikan saya tanah sepenggal untuk saya membangun saya punya desa baru. Tolong izinkan saya, saya juga mau membangun, saya mau jaga tempat ini, tanah ini,” tutur Ratna, matanya berkaca penuh harap.

Kalimat Ratna seolah memecah keheningan. Warga yang hadir menunduk, sebagian meneteskan air mata. Bupati John sendiri tampak terdiam, menahan haru. Ia tahu, suara Ratna adalah suara banyak warga Mimika lainnya—mereka yang ingin diakui, didengarkan, dan diberi kesempatan untuk tumbuh.

“Adek Ratna tadi bilang, dia juga mau bangun kampung. Ingin maju juga seperti orang lain. Intinya bahwa semua ingin diperhatikan oleh pemerintah,” ujar Bupati John dengan nada bergetar.

Bupati mengakui, banyak masyarakat di wilayah itu yang selama ini seperti “anak tiri” di tengah pembangunan. “Bapak dan ibu tadi sampaikan hanya duduk-duduk saja, tidak ada yang perhatikan. Sudah lama di sini tapi hidup seperti anak yatim, tidak ada (pemerintah) yang perhatikan,” ucapnya.

Namun hari itu, kehadiran Bupati dan rombongan kepala OPD membawa secercah harapan baru. Johannes Rettob berjanji, pemerintah akan hadir lebih dekat dan bekerja lebih nyata bagi rakyatnya. Ia bahkan menegaskan rencana pemekaran dua distrik baru di wilayah Kuala Kencana dan Iwaka, agar pelayanan publik bisa lebih merata.

“Saya datang ke sini, saya akan mempersiapkan dua distrik baru pemekaran dari Kuala Kencana dan Iwaka,” katanya.

Dua calon distrik itu, sementara diberi nama Mimika Utara dan Mimika Gunung. Namun, Bupati menegaskan nama-nama tersebut masih akan dievaluasi. “Nama distrik ini hanya bersifat sementara, nanti kita evaluasi termasuk menerima masukan dari masyarakat. Nama harus sesuai aturan dan kearifan lokal,” ujarnya.

Selain pemekaran distrik, Bupati juga menginstruksikan pembentukan kampung-kampung baru. Hingga kini sudah ada 22 kampung yang diusulkan masyarakat. Ia menjanjikan pembangunan Puskesmas, Pustu, dan sekolah baru, agar warga tidak lagi harus menempuh jarak jauh untuk mendapatkan pelayanan dasar.

Tak berhenti di situ, Bupati John juga memberi instruksi langsung kepada dinas terkait untuk turun langsung melayani masyarakat, bukan sebaliknya. Ia meminta Dinas Kesehatan mengadakan pemeriksaan rutin setiap bulan di wilayah itu, dan Disdukcapil untuk mendata warga tanpa KTP agar segera diterbitkan di tempat.

“Saya pesan ke Kadis Kesehatan agar setiap satu bulan sekali kita datang melakukan pemeriksaan kesehatan di sini. Kemudian kalau tidak ada KTP, kita lakukan pendataan dan penerbitan KTP di sini, tidak perlu datang ke Timika,” tegasnya.

Tak lupa, ia juga menekankan agar warga yang belum terdata oleh Dinas Sosial segera dimasukkan ke dalam basis data penerima bantuan. “Sehingga ke depan bisa mendapat bantuan dari pemerintah,” pungkasnya.

Hari mulai condong ke barat ketika rombongan Bupati beranjak dari Iwaka. Namun, gema dari pertemuan itu masih terasa—bukan karena janji atau program besar, melainkan karena ada kepala daerah yang datang bukan hanya untuk berbicara, tapi juga untuk mendengarkan.

Dan di Iwaka hari itu, di tengah warga yang lama merasa dilupakan, air mata Bupati Johannes Rettob menjadi simbol empati dan harapan baru bagi Mimika.