Timika, Papuadaily – Aktivitas penambangan nikel di pulau-pulai kecil di Raja Ampat disebut telah melanggar Pasal 35 huruf (k) Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pasal itu menyebutkan “setiap orang dilarang melakukan penambangan mineral pada wilayah yang apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya”.
Adapun aktivitas penambangan nikel oleh PT Gag Nikel yang beroperasi di Pulau Gag, PT Anugerah Surya Pratama di Pulau Manura, PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batang Pele dan PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawe.
Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua memantau, hingga kini belum ada informasi terkait hasil penyelidikan Tim Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Polsus PWP3K) yang diturunkan sejak 5 Juni 2025 lalu.
Anehnya, pada Sabtu, 7 Juni 2025 Mentri ESDM Bahlil Lahadalia bersama Gubernur Papua Barat Daya serta Bupati Raja Ampat yang tidak memiliki kewenangan menyelidiki dugaan kerusakan kawasan, tiba-tiba memberikan pernyataan setelah melakukan kunjungan singkat ke Pulau Gag.
“Pada prinsipnya keterangan Mentri ESDM, Gubernur Papua Barat Daya, Bupati Raja Ampat dan anggota MRP, adalah bagian dari argumentasi subjektif yang terkesan ingin melindungi PT. Gag Nikel yang jelas-jelas telah melanggar Pasal 35 huruf k UU No 1 Tahun 2014,” tulis Koalisi dalam keterangan yang diterima, Minggu (8/6/2025).
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan bahwa tidak ditemukan masalah terkait kerusakan alam dan pencemaran di wilayah penambangan nikel di Pulau Gag.
“Kita lihat juga dari atas tadi bahwa sedimentasi di area pesisir juga tidak ada. Jadi overall ini sebetulnya tambang ini gak ada masalah,” kata Tri yang mendampingi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Menurut koalisi, yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan adalah Polsus PWP3K berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/PERMEN-KP/2013 tentang Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Bukan Mentri ESDM RI atau Gubernur Papua Barat Daya atau Bupati Raja Ampat atau anggota MRP. Atas dasar itu, seluruh keterangan mereka terkait persoalan tambang nikel di Raja Ampat, wajib diabaikan,” tandas koalisi.
Koalisi juga menilai, tindakan keempat pihak tersebut terkesan merampas tugas pokok Polsus PWP3K yang menunjukkan bukti pelanggaran ketentuan hubungan antar penyelenggara negara atas asas profesionalitas.
Atas dasar itu, Koalisi menyebut, sudah dapat disimpulkan tindakan keempat pejabat jelas-jelas melakukan maladministrasi. Dengan begitu, Ombudsmen RI sudah sewajibnya menyurati para pihak tersebut.
“Dalam rangka melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik sesuai perintah Pasal 7 huruf (g) UU No 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia,” jelasnya.
Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua menyatakan:
- Mentri ESDM RI, Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Raja Ampat Dilarang Melakukan Tindakan Maladministrasi Atas Kewenagan Polsus PWP3K;
- Ketua Ombudsmen Republik Indonesia segera surati Mentri ESDM RI, Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Raja Ampat dalam rangka melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan public;
- Tim Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Segera Proses Hukum PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Kawei Sejahtera Mining;
- Gubernur Papua Barat Daya dan Bupati Raja Ampat wajib mendorong penegakan hukum terhadap PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Koalisi Penegak Hukum dan Hak Asasi Manusia Papua adalah gabungan LBH Papua, PAHAM Papua, ALDP, SKP KC Sinode Tanah Papua, SKP Fransiskan, Elsam Papua, LBH Papua Merauke, LBH Papua Pos Sorong, dan Kontras Papua.