Timika, Papuadaily – Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) menyebut dua anggotanya tewas terkena ledakan ranjau ketika mengevakuasi rekannya yang tertembak di Intan Jaya pada Selasa (13/5/2025) lalu.
Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom mengatakan insiden itu terjadi saat kontak tembak antara pasukan keamanan Indonesia dengan TPNPB di di Distrik Hitadipa, Intan Jaya pada Selasa subuh waktu setempat.
Awalnya salah satu anggota TPNPB tewas tertembak dalam kontak tembak sengit kedua pihak. Pada jasad korban ternyata dipasang bom ranjau oleh militer Indonesia, namun tidak diketahui oleh pasukan TPNPB.
“Ketika anggota TPNPB lainnya berupaya evakuasi, bom ranjau yang dipasang meledak dan mengakibatkan dua anggota TPNPB gugur dan dua anggota lainnya luka-luka akibat terkena serpihan bom,” ungkap Sebby dalam keterangan tertulis, Jumat (16/5/2025).
Anggota TPNPB yang tewas atasnama Gus Kogoya, Notopinus Lawiya dan Kanis Kogoya. Sementara yang mengalami luka ringan akibat terkena serpihan bom diantaranya Tinus Wonda dan Dnu-Dnu Mirip.
“Yang luka-luka saat ini sedang berada di markas TPNPB untuk menjalani perawatan,” kata Sebby.
Sebby menerima laporan dari pimpinan TPNPB Intan Jaya, Undius Kogoya, bahwa sebelum kontak senjata, pasukan keamanan Indonesia melakukan operasi militer secara intensif di Kampung Titigi, Ndugusiga, Jaindapa, Sugapa Lama dan Zanamba.
“Akibatnya satu keluarga warga sipil diantaranya Ibu Junite Zanambani terkena tembakan pada lengan tangan kanan dan anak laki-lakinya Minus Yegeseni tertembak di bagian telinga. Sementara Nopen Wandagau dan seorang warga lainnya juga mengalami luka tembak,” katanya.
Sementara itu, TNI mengklaim sebanyak 18 anggota OPM tewas dalam operasi ini. TNI juga mengamankan sejumlah barang bukti antara lain satu pucuk senjata organik AK-47, satu senjata rakitan, puluhan butir munisi, busur dan anak panah.
Dansatgas Media Koops Habema TNI, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono memastikan seluruh personel TNI dalam kondisi aman dan lengkap. Saat ini pasukan masih disiagakan di sejumlah sektor strategis guna mengantisipasi kemungkinan pergerakan kelompok OPM yang tersisa.
“Kelompok ini diketahui kerap melakukan kekerasan terhadap warga sipil, termasuk pembakaran rumah, penyanderaan guru dan tenaga kesehatan, hingga penyerangan terhadap fasilitas umum dan proyek pembangunan,” ucapnya.